RED INK

Posted on

Cast : Lee Donghae – Kim Kibum

Genre : Mistery – Chrime – Hurt (?) – Fantasy (?)

Summary: Seorang bocah yang begitu senang berimajinasi dengan pena tua miliknya. Pena bertintakan merah yang tak pernah habis, mengukir sebuah cerita tak berujung..

[CHAPTER 1]

.

Di tengah malam mencekam. Sekelompok orang, tengah menembus jalanan di tengah hutan yang sunyi juga begitu gelap. Hanya lampu temaram yang berasal dari mobil tua yang mereka tumpangi yang nampak. Kendaraan yang hidup dan berjalan dengan pelan dan hati-hati, membawa serta, sang supir, beserta satu orang wanita, juga seorang anak laki-laki yang terbalut mantel coklat tebal berbulu.

Tak ada percakapan berarti. Sang wanita, menggenggam erat jemari mungil milik sang bocah yang juga hanya bisa terdiam, dengan pandangan tajam, namun kosong dan tak berarti.

Hanya sapuan nafas yang terdengar, hingga sebuah suara lembut menyusul, memecah keheningan. “Donghae-ya, kau takut?” Satu pertanyaan terlontar dari bibir manis yang terbalut warna merah pekat, milik sang wanita tersebut, sambil memandang ke arah anak laki-laki di sampingnya.

Sang bocah yang ternyata menyandang nama Donghae, mengangguk kecil namun tanpa ekspresi. Entah ia tak ingin, atau tak mampu mengeluarkan warna dari wajahnya tersebut. Ia mengangguk atas rasa yang baru saja ia ungkap. Ia takut. Itulah maksudnya.

Sang wanita tersenyum lembut, lalu membawa Donghae ke dalam dekapannya sambil mengelus lembut surai hitam Donghae. Ia terlihat berusaha menenangkan Donghae meski nyatanya, Donghae terlihat lebih tenang dari wajahnya yang terlihat gusar. “Jangan takut! Ibu disini.” Ucap sang wanita, lalu membelai lembut pipi Donghae, serta mencoba menyelami kedua bola mata Donghae. “Ayahmu akan segera menyusul kita. Kau percaya pada ibu?”

Donghae tetap terdiam. Hingga menapaki detik selanjutnya, ia tutup matanya dengan indah. Satu seringaian ia tampakkan, dengan menarik salah satu ujung bibir tipisnya. Bersamaan dengan datangnya suara keras menghampiri gendang telinganya.

DOR.

PRANG..

Donghae, sang bocah misterius itu, akhirnya kembali membuka matanya setelah suara keras tadi kembali mereda. Sementara tangannya mengusap wajahnya yang basah, karena cipratan darah dari sang ibu, dari kepala sang ibu, yang kini berlubang akibat tembusan timah panas yang tiba-tiba datang setelah menembus lapisan kaca jendela mobil mereka. Sama hal dengan sang supir yang sudah tak bernyawa di depannya.

Apa bocah itu takut? Nyatanya, wajahnya tetap enggan mengeluarkan arti atas apa yang tengah ia rasa. Dengan pelan ia membuka pintu mobil, lantas menapaki tanah yang dingin. Ia pergi meninggalkan mayat sang ibu yang mengenaskan, dengan pesan terakhir dari mulutnya. “Kau bukan ibuku!” ucapnya dingin, bersamaan dengan debuman kecil dari pintu mobil yang baru saja ia tutup.

Ia pergi, diiringi dengan derap langkah kaki lain yang begitu banyak menghampiri mobilnya tadi. Suara ributpun timbul, juga, dapat Donghae dengar, “Tapi anaknya menghilang!”

Tentu saja karena Donghae sudah berjalan jauh meninggalkan tempat tersebut dengan tenang, bahkan dengan satu tangan yang masuk ke dalam saku mantelnya sementara tangan lain, menggenggam sebuah pena dengan erat.

Kantor polisi, adalah tempat yang selanjutnya disinggahi Donghae. Ia terduduk di salah satu bangku tunggu hingga seorang pria berperawakan tinggi nan tampan menghampirinya, lantas tanpa kata, segera membawa tubuh mungilnya ke dalam sebuah dekapan haru.

“Oh Donghae! Kau baik-baik saja nak?”

“Ayah..” Sela Donghae, sambil mengelus pelan pipi sang ayah dengan lembut. Wajahnya menghangat. Berubah warna, terbentuk dalam mata yang sendu, juga genangan air di sekitarnya. “Aku takut..” Isaknya bagai seorang anak yang sesungguhnya. Ia mengadu manja pada sang ayah.

“Maafkan ayah atas semalam. Apa ada yang terluka?” Tanya sang ayah dengan panik sambil memutar serta meraba tubuh Donghae. “Ini darah apa?” Tanyanya lagi saat melihat bercak darah, pada bulu-bulu mantel milik Donghae.

Donghae merenggut seketika. Ia tunjukkan wajah menyesal sambil berucap “Ibu..” dengan sangat lirihnya.

Sang ayah tahu keadaannya. Ia sangat tahu. Untuk selanjutnya ia kembali mendekap Donghae lebih erat serta mengelus punggung Donghae dengan sayang. “Maaf, karena kau harus melihat semuanya, Hae. Maafkan ayah..”

Hingga menjelang waktu selanjutnya. Seorang polisi datang menghampiri, dengan satu sikap hormat yang ditunjukkan pada ayah Donghae. Sementara Donghae segera menggapai jemari sang ayah yang sudah berdiri di sampingnya. “Terima kasih telah menyelamatkan Donghae.”

“Anak anda yang datang kemari semalam. Tapi,” sang polisi menghentikan ucapannya seketika. Namun sesuatu yang tertunda itu, wajib ia sampaikan. “Istri anda..”

“Aku tahu. Aku sudah tahu.” Sela ayah Donghae dengan wajah menyesal. “Kupikir mereka tak akan bertindak sejauh ini.”

“Kami harap anda berhati-hati.” Tutur sang petugas. “Para pemberontak itu, mengincar anda, pak! Sudah banyak petugas kita yang gugur.”

Satu helaan nafas keluar dari mulutnya. Iapun dapat merasakan Donghae yang meremas kuat jemarinya. Ini adalah Donghae yang begitu ketakutan. Maka, di angkatnya Donghae ke dalam gendongannya. “Kuharap dengan keberadaan kami disini, akan lebih aman. Setidaknya untuk anakku.” Ucapnya, lalu di dengarnya Donghae berbisik di telinganya. “Dimana kita akan tinggal?”

Satu pertanyaan kembali terlontar dari mulut manis Donghae saat ia memasuki mobil sang ayah. “Siapa dia, ayah?” Tanyanya dengan satu delikan ke arah seorang bocah dengan ukuran tubuh yang tak jauh berbeda darinya, yang kini terduduk dalam posisi rapih di dekatnya.

Sang ayah yang baru saja duduk di kursi kemudi, menoleh ke belakang lantas memberikan satu senyuman untuk Donghae, putra tercintanya. “Dia akan menjadi temanmu.” Jawabnya kemudian.

Donghae mengangguk kecil, lantas menawarkan sebuah jabatan singkat. “Senang bertemu denganmu.” Ungkapnya. Terkesan sedikit dingin karena, bahkan Donghae seperti enggan dan tak peduli, meski hanya sekedar menanyakan nama kawan barunya itu.

Sang ayah tahu itu. Putranya memang agak sulit di dekati. Maka, bersamaan dengan menderunya mesin mobil, ia berucap “Tak ingin tahu namanya, Hae?”

Donghae seperti teringat. Ia lalu kembali melirik ke arah teman barunya itu lantas bertanya singkat. “Siapa namamu?”

Sosok yang sebenarnya, sama berwajah dingin sepertinya itu, mengungkap satu nama dengan sangat singkat pula. “Kim Kibum.” Ujarnya.

“Oh..” Balas Donghae.

“Lalu kau?”

Donghae kembali menoleh. Tak tahu, bahwa ia yang dingin itu, akan berbalik menanyakan namanya. Dan ia terdiam.

“Sebenarnya aku sudah tahu dari ayahmu. Tapi, akan lebih baik jika kau yang bilang.”

Donghae mengerutkan keningnya. “Kau masih anak-anak tapi bicaramu, seperti orang dewasa.” Cibir Donghae.

Kibum tak menanggapi. Tahu bahwa Donghae mengabaikan pertanyaannya, iapun tak lagi mengungkit dan kembali tenggelam akan pemandangan kota di sekitarnya yang tengah mereka lalui. Namun tiba-tiba, “Donghae” Jawab Donghae dengan satu senyuman di bibirnya. “Namaku Lee Donghae. Jangan sampai ayahku mengusilimu.” Tuturnya lagi, dan mendapat teguran kecil dari sang ayah.

Kibumpun tak ingin kalah. Ia nampakkan satu senyuman di bibirnya sebagai balasan. Juga “Ayahmu tak membohongiku berarti” tuturnya kemudian. Mengundang senyum yang terkembang bersamaan di detik yang sama, dari bibirnya, bibir Donghae, juga sang ayah.

 

“Aku akan tinggal di rumah Kibum?”

Tn. Lee mengangguk kecil. Donghae kembali bertanya saat ia tiba di sebuah rumah sederhana milik Kibum. Kibum yang nyatanya, hanya tinggal bersama seorang ayah yang juga adalah kawan dari ayahnya sendiri.

“Lalu, apa kita akan berpisah?” Tanya Donghae lagi dengan wajah kecewa. Ia lalu melingkarkan tangannya erat pada leher sang ayah sambil membenamkan wajahnya, meredam tangis yang kini keluar. “Aku tak mau! Aku ingin bersamamu saja.” Tuturnya.

Sang ayah menggeleng. “Dengar, Hae! Kau tahu keadaan sedang kacau. Pemberontak itu, sedang ada dimana-mana dan mengincar semua petugas kepolisian seperti ayah. Ayah tak ingin, kau menjadi sasaran mereka selanjutnya hanya karena kau seorang keturunan polisi sepertiku. Kau mengerti?”

“Tapi mereka bisa saja menemukanku disini, ayah! Aku takut!” Rengek Donghae.

Sang ayah lalu melepas pelukan itu, serta mengusap uraian air mata di wajah Donghae. “Tak akan. Ayah sudah menyamarkan semua identitasmu. Mereka tak akan berani berbuat kacau disini. Semua orang disini melindungimu, termasuk Kibum dan juga Kim ajhussi.”

“Tapi..”

“Kau harus jaga dirimu baik-baik. Jangan menyusahkan semua orang. Mengerti?”

Donghae menyerah. Ia akhirnya mengangguk setuju, lantas mendapat kecupan kecil di keningnya, dan berakhir dengan sang ayah yang berpamitan padanya, juga menghilang di balik pintu.

“Ayah..” Panggilnya dengan lirih, menatap nanar ke arah pintu. Ia begitu bersedih, hingga Kibum datang menghampirinya, lantas.. “Ini..” memberinya sebuah permen susu.

Donghae menggeleng sambil mengusap wajahnya yang basah. “Aku tak mau.” Tolaknya.

“Benarkah?” Ucap Kibum sambil kembali menggenggam permen yang baru saja ditolak Donghae. “Padahal, ini adalah permen yang kubuat sendiri.”

“Huh? Kau bisa membuat permen?”

Kibum mengangguk. “Rasanya akan berbeda dengan permen susu yang kau beli selama ini. Ini lebih enak.”

Donghae terlihat pulih dengan cepat dan melupakan sang ayah, karena Kibum berhasil menampilkan sebuah topik menarik bagi Donghae. Ia antusias, akan kata-kata Kibum yang menyataan bahwa ia bisa membuat permen. Terlihat hebat bagi anak-anak seusia mereka. “Bagaimana kau bisa membuatnya?” Tanya Donghae akhirnya sambil meminta kembali permen yang tadi ia tolak.

“Aku dan ayahku, mempunyai sapi yang banyak dengan susu yang melimpah. Kau suka susu?”

Donghae mengangguk dengan permen yang sudah memasuki mulutnya. Dikecapnya rasa manis dari permen tersebut dan seketika, wajahnya berbinar. “Ini enak. Aku suka susu!”

 

Pukul dua dini hari saat itu. Donghae, bocah itu, tengah berkutat dengan buku catatan kecil yang tengah ia goresi dengan pena miliknya. Ia goreskan kata, kalimat, hingga berpuluh kalimat, membentuk sebuah tulisan panjang yang entah apa isinya. Ia begitu menikmatinya. Dengan beribu ekspresi menyertai wajahnya.

Sedang Kibum nampak terlelap di sampingnya. Ya. Ia menulis di atas ranjang bersama Kibum yang sudah terlelap sejak tadi. Dengan santai dan sesekali ia berfikir, hingga..

“Ah! Kupikir nama Bryan akan cocok untuk menemani Aiden..” Tuturnya entah pada siapa. Dan selanjutnya? Ia kembali menorehkan banyak kalimat dalam catatan kecilnya. Dengan goresan tinta merah yang begitu pekat..

Hari berlanjut. Pagi hari tersebut, Donghae tengah ‘tergopoh-gopoh’ mengikuti langkah cepat Kibum di depannya. Dengan susah payah, juga dengan satu ember kosong di tangannya, ia begitu kewalahan. Apalagi, jalanan yang dilaluinya, adalah sebuah tanjakan yang seperti tak ingin berakhir.

“Kibum!” Panggil Donghae dengan nafas tersengal akibat rasa lelah yang begitu mendera. “Kibumie tunggu!” Panggilnya lagi.

Sedang Kibum dengan santainya berbalik melihat Donghae. “Kau lamban, hyung!” Komentarnya. Keduanya akrab dengan cepat. Kibumie, adalah panggilan yang Donghae inginkan untuk Kibum. Sedang Kibum memanggilnya hyung setelah tahu bahwa Donghae lebih tua satu tahun darinya.

“Aku lelah bodoh! Kenapa kita seperti sedang mendaki gunung!” Rutuk Donghae, perlahan mendekati Kibum.

Kibum berdecak. “Kau yang bodoh!” Tukasnya dengan tegas. “Kita memang sedang mendaki gunung!” Jelas Kibum sambil membalikkan tubuh Donghae, dimana Donghae, langsung dihadapkan pada pemandangan luar biasa. Warna hijau yang begitu menghampar luas, karena dilihatnya dari ketinggian tersebut.

“Whoa!” Decak Donghae. “Ini benar-benar pegunungan!”

Kibum tersenyum, lantas di tariknya kerah belakang Donghae, serta menarik Donghae agar melanjutkan langkah mereka. “Cepatlah!”

Selang beberapa menit, lelah yang dirasa Donghae, berakhir dengan suka saat ia harus melihat sendiri, ada begitu banyak sapi juga air susu yang bertumpahan ke dalam ember-ember yang tadi dibawa Kibum juga olehnya.

“Ini menyenangkan!” Pekik Donghae, berlari kesana kemari dengan langkah berat, karena sepatu boot yang tengah dipakainya. “Aku ingin meminum semua susunya!”

“Ini mentah, hyung!” Sanggah Kibum.

Setelah semua selesai, keduanya beristirahat, terduduk di bawah  sebuah pohon.

Di luar dugaan Kibum, Donghae, ternyata lebih banyak bicara. Tak jarang ia dibuat tersenyum oleh tingkah Donghae. ‘Sosok yang begitu ceria.’ Pikir Kibum.

“Ayahmu, peternak sejak dulu? Kenapa ia bisa mengenal ayahku?”

Seiring dengan angin yang berhembus, Kibum mengajak Donghae agar terbaring di hamparan rumput yang tengah mereka duduki. Sejuk memang.

“Dia dulu sama seperti ayahmu. Seorang polisi.” Jawab Kibum.

“Kenapa sekarang ia bukan polisi lagi?” Tanya Donghae.

Kibum menoleh ke arah Donghae. “Kau tak lihat kakinya? Ia pincang karena sebuah kecelakaan saat bertugas dan lalu mengundurkan diri.”

“Oh!” Komentar Donghae. Iapun bingung harus berkomentar apa setelah mendengar penuturan Kibum tersebut.

“Dia teman baik ayahmu, hyung.. ayah kita bersahabat.”

Di sisi lain, Donghae sudah terbangun dan Kibum, melihatnya tengah berkutat kembali dengan catatan kecil dan juga pena kesayangannya.

“Apa yang sedang kau tulis?” Tanya Kibum.

“Aku selalu menuliskan semua kegiatan menarikku disini. Tapi? Kau tak ingin tahu isinya, bukan?” Tanya Donghae kemudian.

Kibum menggeleng. “Tidak. itu rahasiamu.”

 

Haripun semakin menarik. Tn. Lee sesekali sering menemui Donghae namun? Sengketa pihak kepolisian Seoul dengan para pemberontak, yang timbul akibat dari permasalahan korupsi yang dilakukan beberapa petinggi kota tersebut terus berlanjut.

Mereka, para penjahat itu, semakin gencar mencari para petugsa kepolisian, yang beberapa tahun lalu, melindungi seorang pejabat yang terbukti melakukan kejahatan negara. Mereka begitu dendam hingga ingin melenyapkan para polisi tersebut, dimana Tn. Lee adalah salah satunya. Dan Donghae? Adalah sosok yang sangat ampuh untuk dijadikan umpan.

Namun apalah artinya, bila Tn. Lee begitu pintar menyembunyikan anaknya, bahkan sudah berhasil menyembunyikan Donghae hingga satu tahun lamanya di kediaman Kim.

Sementara itu..

Donghae tertidur dengan gusarnya. Ia begitu terbawa oleh serangkaian kejadian mengerikan dalam mimpi yang tengah ia jelajahi dalam tidurnya. Menghadirkan gumpalan keringat yang tak sedikit memenuhi wajahnya juga kain piyamanya.

“Kau berselingkuh!”

Donghae kembali mendengar suara sang ibu. Ibu kandungnya. Ibu yang telah melahirkannya.

“Jangan menuduhku yang tidak-tidak!”

Sementara suara sang ayah ikut menyusul. Donghae kembali melihat, pertengkaran hebat terjadi kala itu. Ia bahkan melihat semuanya dari balik pintu yang sedikit terbuka. Pertengkaran tak terelakkan. Jelas Donghae lihat, bahkan disaat sang ayah, mengacungkan sebuah pena, dan..

“ARGH!”

Berakhir dengan lengkingan keras dari sang ibu saat ujung pena itu menancap dalam di perutnya bersamaan dengan darah yang begitu banyak mengalir.

“Ugh!” Donghae mulai bergerak tak nyaman namun, ia tak dapat keluar dari mimpi buruknya itu. Ia kembali dapat melihat dirinya, dengan langkah kecilnya menghampiri sang ibu dengan tatapan yang begitu kosong. Tak ada jeritan, tak ada tangisan. Ia hanya dapat menatap nanar ke arah mayat sang ibu yang tergeletak, lalu meraih sebuah pena yang tergeletak di sampingnya dengan genangan darah sementara sang ayah sudah menghilang entah kemana.

Keringat terus mengalir, keluar dari pori-pori kulitnya. Donghae sudah sangat tak nyaman dan berharap seseorang dapat menyadarkan dirinya dari mimpi buruk tersebut. Namun tak pernah terjadi. Ia terbangun dengan sendirinya. Terbangun dengan tenggorokan yang begitu tercekat, kering.

Tak ada yang mampu dilakukannya selain meraih pena yang tak pernah lepas dari genggamannya. Donghae tak tahu, mengapa warna pena tersebut merah? Juga, tinta yang tak pernah habis bahkan setelah ia memakai tinta tersebut untuk ribuan kata yang sudah ia tulis. Satu hal yang pasti, yang ia yakini.

“Tenanglah bu! Aku bisa membalaskan dendammu! Aku sudah membunuh wanitanya! Tinggal giliran sang pria. Aku mampu membunuhnya, meski ia ayahku! Aku bisa!”

Terlampau serius. Kata yang terlontar darinya, terlalu tak biasa. Ingatlah ia adalah seorang bocah, yang seharusnya masih berkutat dengan mainannya. Namun apa yang terjadi? Ia seperti tak sadar.

Satu tegukan ludah kecut dapat ia lakukan. Untuk selanjutnya, ia turun dari ranjangnya karena tak mendapati Kibum di sampingnya. Ia hendak mencari Kibum ke ruangan tengah. Dan lalu? Ia tercengang dengan apa yang dilihatnya disana.

“Kibumie..”

Ia terkejut. Apa yang dilakukan Kibum di saat dini hari? Bersama ayahnya. Tengah berkumpul bersama beberapa orang lain yang Donghae tak kenal. Ia edarkan pandangnya pada orang-orang baru tersebut, hingga kembali matanya membulat saat dilihatnya salah satu wajah yang ia hafal.

“Kau penjahat yang di koran itu?” Pekiknya kaget dengan jari mengacung pada salah satu wajah. “Apa yang kalian lakukan disini? Kibumie! Ajhussi!” Jerit Donghae memanggil orang terdekatnya tentu saja.

Tapi apa? Kibum hanya memandangnya dengan tatapan dingin. Donghae kaget akan hal itu. Apalagi, disaat seseorang berkata “sepertinya sudah terbongkar.” Dengan seringaian licik yang Donghae lihat.

Donghae menahan nafas tak percaya. “Kenapa kalian?” Tanyanya pada Kibum terutama. Donghae tetap tak bergeming karena terlalu terkejut. Ia masih dapat melihat Kibum yang memandangnya dengan tatapan menyesal, jika ia tak salah lihat. Itupun hanya sekilas, karena Kibum segera menunduk, juga bersamaan dengan kesadarannya yang menghilang begitu saja saat sebuah tangan membekap mulutnya. Ia menutup matanya seketika.

Sementara itu, Tn. Kim yang adalah tempat berlindung Donghae selama ini, bernafas kecil sambil bergumam “kita semua pindah malam ini juga. Sembunyikan anak ini hingga ayahnya mati karena gila!”

Benarkah? Nyatanya, tak ada pembelaan dari Kibum sedikitpun. Ada apa selama ini sebenarnya? Siapa yang memegang peran antagonis? Karena sebenarnya, hanya pembawa cerita yang mengetahui semua, termasuk jalan cerita akan kisah ini..

TBC

Saya kembali bawa fict yang baru. Ini? Entahlah. Saya pikir tak terlalu sulit di mengerti seperti I Am? Oh! Maaf karena saya belum sempat membuat lanjutannya. Kapan-kapan ya? ^^ 

Kalo tak mengerti, tunggu chapter selanjutnya saja. 😀

24 respons untuk ‘RED INK

    Gigia said:
    Januari 13, 2013 pukul 1:36 pm

    Iya…saya belum mengerti.Tapi baiklah selama ada kihaenya akan saya tunggu chap selanjutnya…

    Gigia said:
    Januari 13, 2013 pukul 1:37 pm

    Iya…saya belum mengerti,antara judul ma jalan ceritanya.Tapi baiklah selama ada kihaenya akan saya tunggu chap selanjutnya…

      sugihhartika responded:
      Januari 13, 2013 pukul 1:50 pm

      Ya. ^^ Mungkin akan mengerti di akhir. Sengaja dibuka di akhir aja. Ngahaha. 😀

    RiHae said:
    Januari 13, 2013 pukul 1:57 pm

    penasaran ama lanjutannya……..
    emang blum ngrti, sia yang jahat d sini?????dan pena Hae, apa hubungannya dg cerita???
    lanjut thor…..

    nia na yesung said:
    Januari 13, 2013 pukul 2:20 pm

    Aku juga Lum ngerti Kkkkkkkkk , , , ^^
    tp ini baru awal kan ?
    karakter hae Misterius yua ?
    itu kibum Gak jahat kan ???
    yah jd bertanya tanya nih . yang pasti engga y ????

    aku tunggu kelanjutan.a ya ^^

    Eun Byeol said:
    Januari 13, 2013 pukul 3:55 pm

    Iyelah yg tau jalan ceritanya ya sang pembawa cerita a.k.a mina eonni..
    Cepet update ye, eonn..
    Itu Kibum kecil2 juga sdh licik ye..

    Elfisyhae said:
    Januari 13, 2013 pukul 11:36 pm

    Lanjut terus eon. . . Tk tnggu. .

    ainun_lara said:
    Januari 14, 2013 pukul 1:47 am

    Jadi itu semacam pena bertuah ya,kalo Donnghae nulis jadi kenyataan gitu ya??.trus ternyata keluarga Kim itu Pemberontak juga?,yang sebenernya selingkuh itu jangan2 Appanya Donghae..Daebak Saeng bikin aku Mati penasaran,Lanjuuttt

    gamers cho said:
    Januari 14, 2013 pukul 12:16 pm

    sekarang masih bingung sih,, tapi mungkin ada penjelasan di chap selanjutnya ^^

    Shin Y said:
    Januari 14, 2013 pukul 2:54 pm

    aduuuuhh, byk intrik2 *bahsanyaaa hoho

    ak bca ini ky baca novel terjemahan horor gt,,,,

    Laila .r mubarok said:
    Januari 14, 2013 pukul 5:04 pm

    Oh oh oh benar, siapa nih pemeran antagonisnya? Kurasa semuanya haha

    Mmm.. Jdi jd ibu kndungnya hae mati dibnuh suaminya krna dituduh berselingkuh, trus hae ingin mmbunuh bpknya sndri untk bls dndam atas kmtian ibunya, begitukah? Trus kluarga kim ntu pembrontak?

    Ditunggu next chap ^^

    hima_kawaii said:
    Januari 15, 2013 pukul 4:31 am

    .-. 😐 ._. |: .-. *gulingguling*

    iya deh unnie..nunggu chap selanjutnya…masih bingung 😀 kkkkkkk~

    arumfishy said:
    Januari 15, 2013 pukul 11:29 am

    dsnini smwnya antagonis,,,

    siapa yg bakal nolongin donghae???

    apa Donghae bisa bunuh ayahnya??
    andwee,,
    lanjutttttt

    lita samantha said:
    Januari 18, 2013 pukul 10:34 am

    wokeh ditunggu next part.a
    cz part ini msh penuh dgn misteri

    ndah951231 said:
    Januari 20, 2013 pukul 7:45 am

    Whoaa >o<
    hae mau diapain eoh??
    ish bummie pabo, malah diem aja -__-

    ish, kenapa ceritanya bikin hae jadi kejam gitu eon??

    Lee Sae Hae said:
    Januari 20, 2013 pukul 3:47 pm

    Yahhhh.. Eonni, aku baru tau kalo ada ff baru lagi..
    Kerennnnnnnn eonnn! Tapi penasaran sama ceritanya. Masih belum mudeng.
    Jadi, kibum jahat gitu? Terus hae sama ayahnya dijebak gitu kan??
    Terus, itu kenapa penanya bisa warna merah tintanya? Mistis dehhh..
    Kerennnnnn eonn !!

    gaemwon407 said:
    Januari 21, 2013 pukul 9:34 pm

    baru sempet mampir._.^^~
    sekarang eon demen sama yg culik menculik ya?-_-
    Di bubble ada culik nya juga kan eon?disini juga?di the mask juga!o_O
    Baca lanjutannya aaaah~:D

    Shizuku M said:
    Januari 26, 2013 pukul 10:59 pm

    serius deh ya pas pertamanya hae horor banget sumpah, suram gitu dianya. pas ketemu kibum baru deh keliatan bawelnya heheh, apaaa Mr. kim jahat? berarti ayahnya hae kena jebakan dong ya, kasian banget? tapi kibum baik kan? kibum akan nyelametin hae kan?

    Mea Hae said:
    Januari 30, 2013 pukul 12:04 pm

    ada FF baru baru baca
    baca

    Raihan said:
    Februari 1, 2013 pukul 3:11 pm

    Wkwkwkwkwk asli baru ini ff pertama yg aku temui peran Donghae kaya psyco. Gila tanpa ekpresi saat melihat org mati didekatnya, tpi bisa menjadi manja jika bersama ayahnya, kerennnnnnnnnnnnnnnnnnnn

    Jadi Mr.Kim penjahat dan Kibum?..apa Kibum terlibat juga?..
    Wah wah wah saya penasaran akut…

    Ok dah, saya lanjut ke Red INK part 2 #kaburrrrr ^_<

    hubsche said:
    Februari 5, 2013 pukul 3:20 pm

    Ini BEDA !!! Oke lanjut baca chap 2 dulu 😀

    BryanELFishy said:
    Februari 21, 2013 pukul 2:00 pm

    eonnie…. mianhae baru bisa buka blog eonnie hari ini, padahal minta linknya udah dari jamannya nabi adam.
    awal baca difb udah ngerasa agak bingung, setelah baca juga tetap bingung ternyata -_-
    ok mau baca chap selanjutnya……..:)

    Lee Je Hyun Ellfishy said:
    Juni 2, 2013 pukul 11:54 am

    annyeong qw reader baru di snie…
    agak pusing jg sih awal’y…
    hehee tpi kyk’y seru dehh#kkk
    bangapta ne …

    TeukHaeKyu said:
    Juli 8, 2014 pukul 5:38 am

    omomo,… jadi akhirnya saya tau alasan kenapa Donghae bilang ‘kau bukan ibuku’ ke wanita yang mati di mobil itu,..

    ternyata aih,.. jadi gitu,.. astaga,…. T.T

    jadi Kibum dan Ayahnya sebenernya jahat? Tapi bukannya si Hae juga pengen bunuh AYahnya? Hahaha….. jadilah nanti mereka berkomplot dong? XD baiklah,.. lanjut baca saja saya^^

Tinggalkan Balasan ke Elfisyhae Batalkan balasan