I AM [2]

Posted on Updated on

*Langsung saja? Jika bingung, baca ulang chapter pertama. xD terima kasih. Maaf jika updatean epep ini sedikit? agak? sangat lama. Buahahaha. Ini juga selesai? Karena bantuan eonnie Jihan. Sodari Hyukssoul? Begitulah. Saya ucapkan TERIMA KASIH untuknya, sangat!!! xD 

[CHAPTER 2] 

Donghae mengerjap pelan, saat merasakan sentuhan lembut pada pipinya. Ia segera membuka matanya perlahan meski rasa kantuk masih sedikit terasa. “Jam berapa?” ucapnya pada seseorang yang baru saja menanamkan kecupan singkat di pipinya tersebut.

“Sudah siang, Hae.”

Sementara itu Donghae mulai terbangun, lalu terduduk sambil menyuguhkan sebuah senyuman, bagi Kibum di depannya. “Selamat pagi,” sapanya, yang di balas dengan sedikit belaian di pipi, juga satu kecupan lembut di bibirnya.

“Segeralah ke kamar mandi,” titah Kibum akhirnya, sebelum ia berlalu, meninggalkan Donghae yang hanya dapat menatap punggungnya.

Donghae hanya tersenyum, dan segera turun dari ranjang seiring dengan Kibum yang menghilang di balik pintu. Sudah menginjak 2 bulan hubungan tersebut berjalan, dan semua baik-baik saja, meski ada yang lain dalam tiap senyum Donghae kala melihat sikap Kibum padanya.

Perlahan Donghae menyentuh dada dimana hatinya berada. Ia pejamkan matanya sambil bergumam “ia begitu mirip denganmu, gege..”

 

Kibum membimbing Donghae dalam langkahnya. Donghae yang berada di sampingnya dengan banyak kertas yang tengah ia apit di antara lengannya. Itu adalah semua tugas kuliah yang memang harus ia bawa hari itu.

“Apa rencanamu setelah pulang kuliah nanti?” tanya Kibum tiba-tiba.

“Ini tanggal 15? Aku harus ke suatu tempat Kibumie,” jawab Donghae sambil merapihkan helaian kertas yang hampir berjatuhan. Sejenak ia kembali menatap Kibum. “Kau ingin mengantarku?” tanyanya.

“Setiap tanggal ini, kau selalu datang kesana dengan bunga. Ada apa dengan jalanan itu?” ucap Kibum.

Dengan satu kedipan di matanya, kembali Donghae bertanya dengan heran. “Darimana kau tahu?”

“Aku selalu mengikutimu. Maaf..” tutur Kibum dalam sebuah penyesalan.

Donghae tersenyum tulus lantas. “Kau bilang saja jika ingin ikut. Aku tak keberatan.”

“Kau belum menjawabku, Hae..”

Donghae kembali terdiam dan terlihat bingung. “Jawab apa?” tanyanya.

“Ada apa dengan tempat itu? Apa yang membuatmu harus selalu mengunjunginya?”

Riuh angin menerpa, ikut menunggu, apa yang akan keluar dari mulut manis seorang Lee Donghae. Setelah sejenak berfikir, Donghae akan menjawab jika saja.. “Kibum-ah..” Suara lain tak datang bergabung. Keduanya menoleh ke arah asal suara. Dan selanjutnya..

“Eh?” tanya Donghae heran. Jelas ia mendengar wanita paruh baya tersebut yang menggumamkan nama Kibum.

“Dia ibuku,” ucap Kibum tiba-tiba.

“Apa?” Donghae tampak ingin agar Kibum mengulangnya.

“Dia ibuku..” ungkap Kibum. Sementara Donghae dan ibu dari Kibum, saling melempar pandang seolah ada sesuatu berarti dalam tatapan tersebut. Tatapan dalam sebuah keterkejutan? Itu nampak jelas. “Kalian sudah mengenal?”

Donghae tersadar, dan lalu menggeleng pelan, bersamaan dengan mendekatnya wanita yang baru saja Kibum perkenalkan sebagai ibunya. Donghae berkata “kami tak saling mengenal” diiringi sebuah senyuman pahit.

Sang ibu terlihat heran hingga selanjutnya dapat melihat sebuah arti di mata Donghae. Juga tangan Donghae yang segera menjabat tangannya lembut, sambil berucap “saya Lee Donghae,” Dengan sedikit kerutan di wajahnya, ia tersenyum mengerti. “Senang bertemu denganmu..”

“Hm..” Donghae menjawab seadanya. “Mungkin ada yang ingin dibicarakan ibumu. Kau menyusul saja nanti,” ucapnya lalu menunduk pada sang ibu lantas mengundurkan diri dari keduanya.

Kibum segera membawa sang ibu dalam sebuah percakapan. “Ada apa bu?”

Donghae berjalan dalam setiap langkah kaki yang pelan. Lututnya terasa lemas seketika. Bahkan ia memilih duduk di sebuah bangku yang baru saja ia lihat. Apa yang baru saja terjadi hingga membuatnya seperti ini?

“Terima kasih”  

Sebuah bayangan terlintas dalam benak Donghae. Seorang ibu yang berterima kasih padanya. Padanya?

“Aku do’akan agar ia tenang disana. Juga semoga kau hidup bahagia, nak..”

Apa yang waktu itu Donghae dengar? Hanyalah sebuah ungkapan terima kasih yang begitu tulus terlihat. Sedang dirinya? Kehilangan sang kekasih hati yang begitu ia cinta. Miris sekali namun? Bukan salah siapapun. Donghae tak harus menyalahkan siapapun atas apa yang terjadi.

Bermula dari ponsel yang berdering, membawa kabar bahwa Tan Hankyung, warga China yang adalah kekasihnya. Satu-satunya orang yang menemaninya selama ini, mengalami kecelakaan tragis saat dalam perjalanan pulang.

Satu-satunya yang dapat Donghae ingat saat itu adalah, rasa cemas yang begitu dalam, hinggap pada dirinya. Semua bertambah buruk saat ia mendengar sudah tak ada waktu baginya meski hanya melihat mata Hankyung terbuka untuknya satu kali saja. Tak akan ada kesempatan lain meski jantung milik kekasihnya tersebut masih berdetak lemah.

Sedang di tempat lain? Seseorang tengah berjuang untuk hidup melawan penyakit pada jantungnya yang rusak.

Donghae sempat menangis saat mengetahui bahwa, akan lebih baik, bila jantung milik kekasihnya tersebut, diberikan pada tubuh yang akan hidup jauh lebih baik. Ia menolak? Awalnya ya. Tentu saja. Namun Tuhan tetap berkehendak lain.

Entah bagaimana, akhirnya ia setuju. Sempat tak ingin kembali membahas hal ini jika saja, sang ibu dari pemilik jantung kekasihnya itu tak datang menemuinya, dan begitu tulus mengungkapkan rasa terima kasih dengan air mata seorang ibu yang begitu menyayangi anaknya.

Ibu yang berparas cantik di usianya yang terbilang tua. Sang ibu berwajah ramah, yang bahkan baru saja Donghae lihat kembali. Nyatanya itu adalah Kibum. Ibu dari kekasih barunya? Apa ini kebetulan? Apa dunia begitu sempit? Membuat hati Donghae kembali berguncang. Menggoyahkan setiap langkah, membuatnya lupa, kemana ia harus pergi sekarang?

Kibum heran karena nyatanya Donghae tak berada di kampus. Temannya mengatakan ia tak datang. Bukankah tadi mereka berniat pergi bersama jika saja ia tak bertemu dengan ibunya?

Di detik berikutnya, Kibum teringat akan rencana Donghae siang ini. apa Donghae pergi kesana? Maka Kibumpun memastikannya.

Memanglah benar Donghae disana, dengan satu tangkai bunga yang ia letakkan tepat dimana kakinya berada kini. Di sisi sebuah jalanan luas. Entah sedang apa ia disana. Hanya memandangi apa yang tertangkap matanya. Menerawang dengan senyuman pilu terpahat di bibirnya.

Hingga Kibum datang, menyentuh pundaknya pelan. Itupun tak cukup menyita perhatiannya. Ia terus terdiam dengan tatapan kosongnya. Entah apa yang dilihatnya. Kibum tak tahu. “Hae..” Kibum mencoba menyapa hingga akhirnya Donghae menoleh ke arahnya. Namun, ada jejak air mata di mata yang teduh itu. Maka sontak Kibum bertanya “kau menangis? Apa ada hal buruk?”

Donghae enggan menjawab dan ia? Hanya dapat tersenyum di antara tangis yang kembali tercipta. Menatap Kibum dalam sebuah tatapan yang sulit di artikan. Ia segera, dengan perlahan, melingarkan tangannya, serta menenggelamkan wajahnya pada bahu Kibum. Dengan nyaman memeluk Kibum serta menangis lebih terisak disana.

Kibum tahu bukan saatnya untuk bertanya. Namun sudah seharusnya ia berada di samping Donghae, apapun yang terjadi. Ini adalah pemikirannya selama ini. Maka, dengan sayang di elusnya punggung Donghae, berusaha memberikan kenyamanan serta ketenangan.

Di balik itu, Donghae memejamkan matanya, merasakan detak jantung Kibum, yang di duga kuat, itu? Apakah jantung milik ‘gege’nya? Milik kekasihnya terdahulu? Miris membayangkan hal tersebut namun? Ia juga tak berhak membuat Kibum kecewa. Menyalahkan Kibum atas segala yang terjadi. Sekarang hanyalah tinggal, bagaimana ia melanjutkan hidupnya.

“Apa sudah lebih baik?”

Satu pertanyaan Kibum membuat Donghae tersadar dan segera melepas pelukannya pada tubuh Kibum. Ia lalu tersenyum dan berkata “aku ingin pulang,”.

 

Kibum masih menemani Donghae hingga malam menyapa. Ia tahu, sesuatu tengah di sembunyikan Donghae darinya. Seharian ini, Donghae terlihat selalu diam, murung, bahkan sejenak tampak kacau.

“Apa kau benar baik-baik saja?” Tanya Kibum dengan pertanyaan yang sebenarnya sudah berapa puluh kali ia ulang.

Donghae yang tengah menidurkan kepalanya pada bahu Kibum sedikit melakukan pergerakan, berupa sebuah gelengan singkat. Sedari tadi, ia hanya menempel pada Kibum. Seolah tak ingin lepas, meski tak ada perbincangan menarik di antara keduanya. “Kibumie..”

Kibum mulai tertarik kembali mendengar suara Donghae. “Hm..” Jawabnya.

“Aku mencintaimu..”

Kibum tersenyum. Kata tersebut biasanya, terlontar dari mulutnya, bukan sebaliknya. Iapun merasa tak harus membalas karena, Donghae jauh lebih tahu akan perasaannya. Mungkin dengan sedikit perlakuan untuk membalasnya? Bisa saja. Kibum lalu menanamkan satu ciuman di bibir Donghae.

Ciuman singkat nan romantis dengan sebuah lumatan lembut. Kibum memanglah selalu memperlakukan Donghae dengan sangat lembut.

Berakhir dengan suasana hening, dimana Kibum kalah akan tingkah Donghae, dan akhirnya tertidur. Ia yang menemani Donghae, namun dirinya yang terlebih dahulu jatuh ke dalam mimpinya, meninggalkan Donghae yang masih dengan tatapan bingungnya. Ia belum yakin sebenarnya, hingga..

“Aku harus memastikan.” Ucapnya dalam hati dengan jemari yang perlahan membuka kancing kemeja yang dikenakan Kibum. Satu hingga 3 kancing ia buka, dan nampaklah, sebuah bekas luka memanjang di bagian dada kiri Kibum. Jelaslah semua..

Dengan pedih yang begitu menyiksa, Donghae menahan tangis, lantas menutup kuat mulutnya. Tak ingin tangisnya pecah dan kembali membangunkan Kibum yang nyatanya sudah terlelap. Donghae menangis, saat tahu bahwa semua benar. Luka itu membuktikan bahwa, Kibum pernah mengalami saat, dimana bagian itu dirobek, hingga jantung matinya dikeluarkan, berakhir dengan jantung milik Tan Hankyung yang kini tertinggal disana. Benar bukan?

Sungguh miris saat Donghae harus membayangkan itu semua. Ia menangis di balik telapak tangannya. Ia pejamkan kuat matanya, menahan air mata yang sesungguhnya, sudah mengalir banyak dari kedua matanya.

Harus bagaimana Donghae bertindak kini? Masih bisakah Donghae mencoba mencintai Kibum sedang bayangan sosok lain begitu kuat membayangi dirinya? Tak akan mungkin bisa Donghae pungkiri, Jantung di dalam tubuh Kibum akan selalu membayanginya. Itu wajar saja. Lalu?

Pagi kembali menyambut Donghae yang kini masih terlelap di atas sofa. Semalam ia tak sempat berpindah ke dalam kamarnya karena kantuk yang tiba-tiba menguasai dirinya. Tak mungkin pula ia meninggalkan Kibum yang terlelap sendiri disana.

Seperti biasa, satu tepukan pelan di pipi Donghae. Berganti dengan kecupan hangat di bibirnya, dan berakhir dengan ucapan “selamat pagi” dari Kibum tentu saja.

Donghae mengernyit. Ia masih enggan terbangun, dan malah meraih lengan Kibum, agar kembai tergabung bersamanya. Membimbing Kibum agar memeluknya, menindihnya di atas sofa yang begitu sempit.

“Ini sudah pagi. Bangunlah, Hae..” ujar Kibum agak kesulitan karena Donghae dengan jahilnya, menahan tubuhnya.

Namun setelahnya, Donghae terdiam. menghentikan semuanya kala ia, dengan langsung merasakan debaran pada dada Kibum. Ia teringat kembali. Urung sudah satu senyum yang baru saja akan terpatri di bibir Donghae. Ia segera melepas Kibum.

Kibum rasa semua menjadi canggung saat Donghae tiba-tiba saja melakukan hal tersebut. Ia segera menegakkan tubuhnya serta berkata “mari ke rumahku,”.

“Huh?”

Kibum menatap Donghae dengan senyuman. “Aku ingin mengenalkanmu kembali pada ibu. Kemarin kalian tak sempat berbincang banyak,”.

Satu tegukan ludah yang begitu kecut langsung Donghae rasa. Ia menatap Kibum tak berkedip, yang dibalas dengan satu pertanyaan dari Kibum. “Kau tak ingin melakukannya?”

Segera Donghae menggeleng mendapati raut wajah yang begitu keruh dari Kibum. “Tidak. Tentu saja aku mau. Kapan?” ujarnya cepat.

“Sekarang. Bersiaplah..”

“Apa?”

“Kita pergi sekarang..”

Donghae terus menggenggam jemari Kibum dengan kuat. Ada rasa hawatir terpancar di wajahnya, bahkan di saat Kibum menanyakan suatu hal, ia begitu tak fokus.

“Sebenarnya kau kenapa? Ibuku tak akan memakanmu, Hae,” tutur Kibum sambil menahan tawa, saat mendapati Donghae yang terlihat canggung. “Bukankah kau sudah menemuinya kemarin?”

Donghae menepuk lengan Kibum sebagai tanda ia kesal, melihat Kibum menertawakannya sedemikian rupa. “Bukan begitu..” bantahnya.

Kibum merangkul Donghae erat. “Lantas kenapa kau terlihat takut?” iapun membawa Donghae melewati sebuah gerbang rumah, yang Donghae yakin, ia sudah sampai.

“Aku..” baru saja Donghae kembali akan mengatakan sesuatu jika saja tak ada sosok yang langsung membuat bibirnya kelu.

“Aku pulang..” ucap Kibum tiba-tiba sambil menghampiri sang ibu diiringi sebuah kecupan di kening wanita paruh baya tersebut.

Sedang Donghae semakin menundukkan kepalanya, dan semakin bertingkah ragu. Namun apa yang terjadi selanjutnya? Ia dapat merasakan sebuah pelukan hangat dari sang ibu yang tentu saja tak asing baginya. Donghae tersenyum sambil merasakan, betapa hangatnya..

Cukup lama hingga pelukan itu terlepas, terganti oleh usapan lembut di wajahnya, yang masih berasal dari sosok yang sama. Membelai wajahnya, juga menatapnya dengan tangisan. Donghae semakin risau menatap sang ibu. Ia berusaha berkata untuk “jangan menangis” karena ia tak ingin Kibum bertanya, mengapa snag ibu bisa sampai menangis? Meski ia sadar akan tangisan itu. Tangisan yang di dasari dari rasa iba, akan nasibnya sendiri.

Sang ibu mengerti, dan langsung menahan tangisnya. Dengan bergetar ia berkata “mari masuk, nak..”

Donghae mengangguk. Sesungguhnyapun, ia telah menangis dalam hatinya..

Trek.

Donghae meletakkan cangkir berisi teh dimana sebagian dari isinya telah ia minum. Ia kembai memandang ibu dari sang kekasih, yang masih saja memandanginya dengan pandangan teduh.

“Aku tak ingin ia tahu,” ucap Donghae kemudian.

“Aku mengerti. Aku hanya begitu terharu dengan semua ini. Aku..”

Donghae menghela nafas keras, seolah memotong pembicaraan wanita paruh baya di depannya tersebut. “Maaf tapi..” tukasnya pelan sambil menundukkan kepalanya perlahan, dan lalu? Kembali mengangkat kepalanya, serta menatap sang ibu sambil berkata “aku terlalu takut tak bisa bertahan terlalu lama dengan ini semua,”.

“Hm. Akupun mengerti posisimu tapi? Aku melihat begitu banyak cinta di matanya. Dan itu hanya untukmu, nak. Bisakah kau bertahan untuknya?”

Permintaan yang begitu tulus, namun mampu membuat air mata Donghae jatuh terbebas, menandakan sebuah perih yang tak terelakkan. “Tapi aku..”

Sang ibu kembali mendekatkan dirinya pada Donghae serta mengusap rambut Donghae. “Tapi yang mencintaimu hatinya, bukan jantung itu,”.

“Tapi aku mencintai pemilik jantung itu,” tukas Donghae kini mulai terisak, bersamaan dengan sentuhan yang perlahan menghilang.

Sang ibu menangis. Kini menangisi nasib putranya yang begitu menyedihkan. Bagaimana bisa terjadi? Bahkan Tuhan tak membiarkan seseorang mencintainya secara tulus. Ini adalah pikirannya. Iapun tak bisa memaksa Donghae atas apa yang terjadi, hingga satu kesimpulan yang ia ungkap adalah “lakukan yang menurutmu itu adalah yang terbaik..”

Tak terasa, menghabiskan waktu berjam-jam di kediaman Kibum, akhirnya Donghae berpamit pulang, tentu saja disertai dengan Kibum yang akan mengantarnya.

Aneh memang, karena Donghae merasa Kibum menjadi diam. Ia hanya mendampingi Donghae, berjalan meski terus menggenggam tangan Donghae dengan eratnya. Bahkan itu terjadi hingga keduanya sampai di kediaman Donghae.

“Kau akan menginap?” tanya Donghae sambil melepas jaketnya.

Tak ada jawaban. Yang Donghae lihat adalah, Kibum yang memandangnya dengan wajah serius. Seolah menuntut sesuatu, hingga “aku mendengar semuanya” adalah penuturan Kibum yang membuat Donghae terkejut.

“Kibumie..”

“Aku sudah mendengarnya! Semua! Tentang jantung ini?!” Tutur Kibum sambil meremas kuat kain di bagian dada kirinya dengan kuat. Setelahnya Kibum tersenyum pahit, lantas tertunduk dan melanjutkan ucapannya, “Maaf karena aku, aku tak bisa menjadi sepertinya. Aku tak mampu menggantikannya. Siapapun pemilik ini! Kekasihmu?”

Donghae menangis mendengarnya. Ia sama sekali tak ingin ini terjadi. Kibum terlalu cepat mengetahuinya. Ia tak ingin menyakiti Kibum. sungguh tak ingin. “Kibum..” Lirihnya.

“Kau sangat mencintainya, Hae. Sayangnya aku bukan dia. Bukan aku yang kau cintai. Tapi pemilik belahan jantung ini, benar?

“Kibum itu..”

“Aku memang mencintaimu Hae. Aku menyadari satu hal, bahwa dengan keberadaanku disini, kau akan semakin tersakiti.”

“Kibum, dengarkan aku dulu..” Ucap Donghae, namun Kibum menggeleng, “Tidak Hae, kau yang harus mendengarku.”

“Lebih baik aku pergi dan jika perlu, akan ku kembalikan jantung ini.” Kibum berubah, berujar tak sabar.

Sedang Donghaepun berubah kalap. Apa yang sebenarnya Kibum bicarakan. “Mengapa kau berkata begitu?” raungnya.

“Akan sama saja bukan? Bukan aku yang kau cari Hae, tapi dia. Karena itu, kita akhiri saja. Atau..” ucapan Kibum terhenti saat dirinya sejenak hilang dari pandangan Donghae, lantas kembali dengan pisau di tangannya. “Ambil kembali jantungnya..”

Donghae tercengang. Ia menjadi histeris dan menangis. “Bukan begini!!” ia ambil serta lempar pisau itu tersebut. “Sadarlah Kim Kibum! Dengarlah aku! Kumohon..”

Tak ada lagi yang ingin Kibum dengar. Ia menutup rapat kedua telinganya sambil mulai beranjak meninggalkan Donghae.

“Kibumie tunggu!” sanggah Donghae, namun Kibum berlari cepat tepat setelah ia melewati pintu rumah Donghae.

Donghae sendiri tak ingin menyerah. Maka dengan gigih, ia susul Kibum tanpa menghentikan tangisnya.

Dan Donghae di menit berikutnya, mendapati Kibum yang menutup rapat pintu rumahnya. Maka, dengan sepasang tangan miliknya, Donghae terus mengetuk pintu tersebut, juga bibir yang terus berujar tak sabar, meneriakkan “Kim Kibum!!” dengan lantang.

Tanpa henti ia meronta, berharap dinding pintu itu akan kembali terbuka. “Buka pintunya, Bumie!” Ia terus menyerukan kata itu, berharap bibirnya tak akan merasa lelah hingga pintu di depannya terbuka untuknya.

“Kibumie! Buka pintunya, kumohon!!” Sebuah permohonan yang begitu tuluspun akhirnya terlontar diiringi isak tangis, juga suara yang mulai melemah. Perlahan tubuhnya turun, meski masih tetap bersandar pada pintu tertutup itu. Nyatanya ia tak lelah mengetuk pintu itu, meski yang ada adalah ketukan yang semakin pelan, pelan dan pelan.

Sementara Kibum bergumam “Bodoh!” di dalam sana. Ini adalah satu kata pelan dari bibirnya, yang menandakan bahwa ia mendengar semuanya, meski panggilan itu sama sekali tak membuatnya beranjak dari posisinya, terduduk sambil terlihat merenungi sesuatu dengan salah satu tangan yang mengusap bagian dada kirinya. “Lee Donghae bodoh!” umpatnya sambil merapatkan kedua matanya dengan sangat rapat. Ia menangis..

Sementara suara Donghae tak henti mengganggunya. Dari luar ia kembali berteriak “aku tak akan berhenti hingga kau membuka pintunya..”

Kibum mendengar suara yang tak mengenal kata menyerah itu. Donghae, yang masih saja mengharapkannya, mungkin. Bagaimanapun, Kibum tetap masih mempunyai akal yang sehat. Ia tak mungkin membiarkan seseorang terus terdiam di depan rumahnya hingga kedinginan. Maka “Pergi!!!” lengkingnya dengan tegas, adalah jalan keluar yang terbaik. Tapi..

“Aku tak akan pergi sebelum kau membuka pintunya. Kita perlu bicara.”

Benar-benar keras kepala! Pelan memang, karena suara itu, terhalang dinding yang sengaja Kibum tutup rapat-rapat. Namun Kibum, dengan jelas dapat mendengarnya, dan itu? Membuatnya dilanda bimbang dalam sekejap.

“Buka pintunya!!!”

Satu teriakan terakhir dari Donghae. Namun selanjutnya, tetap tak ada jawaban berarti dari dalam sedang Donghae? Sudah berada pada ujung lelahnya. Tangisanpun berubah dengan segukan kecil. Dan dengan pelan ia bicara “baiklah.. aku pergi.”

Benarkah itu? Nyatanya memang Donghae bangkit. Perlahan ia meninggalkan sebuah pintu yang bahkan enggan terbuka sekali saja untuknya. Sakit ia rasakan. Namun ada kalanya suatu hal yang tak mampu ia paksakan selain, mungkin akan lebih baik, bila mereka tak bertemu. Ia yakin, semua akan lebih baik.

Donghae pergi, tanpa gambaran yang jelas akan perasaannya. Siapa yang ia cintai? Pada siapa akhirnya hatinya dapat merasakan cinta itu? Entahlah. Ia hanya pergi, meninggalkan Kibum, di telan gelapnya malam itu..

Selang beberapa waktu? Sebuah senyuman terukir di wajah Donghae, kala mendapat sebuah singkat yang menyatakan bahwa Kibum? Membuat satu janji pertemuan di sore hari ini..

Keduanyapun kembai bertatap muka, meski? Kibum tersenyum, lebar namun itu, terlihat pahit bagi Donghae. Tak ada sinar menerangi, mimiknya hambar dan Donghae menjadi cemas karenanya.

Benar saja perkiraan Donghae. Karena setelahnya, Kibum kembali mengungkit hal itu, jantung.

“Kibummi, dengar aku..” belum sempat Donghae menyelesaikan, Kibum sudah menyelanya, berkata pasti bahwa, “aku sudah menemukannya,”.

“…”

“Ada orang yang menginginkan jantung ini,” Kibum membawa satu tangan ke dadanya, “kau tak akan kesepian. Dia akan selalu berada disampingmu, menemanimu,” ucap Kibum pasti.

Donghae mulai mengerti. Arah pembicaraan yang menyesatkan dan Donghae menyangkalnya. “Hentikan!!” raungnya.

“Mengapa?” lalu Kibum tertawa. Tak ada suka terlebih duka. Semuanya tampak datar dan biasa. Luka pun tak tergurat, atau mungkin ini hanyalah trik, Kibum tengah menyembunyikannya? Donghae tidak tahu.

“Kibum. Aku datang bukan untuk itu” tegas Donghae, menatap tajam pada obsidian kelam Kibum. Kibum tak ingin mendengar, tak mau. Dan dia,

“Ini..” dia serahkan secaraik photo beserta alamat si seseorang. Dia berkata, “Ini gambar serta alamat penerima donor jantungnya. Aku sudah mengatakan pada dia jika..”

PLAK.

Sebuah tamparan keras mengaduh, mengusik beberapa orang yang tengah berjalan di antara mereka. Orang-orang itu pun berbisik, seraya bertanya-tanya akan peristiwa yang baru saja mereka lihat meski setelahnya tak mereka hiraukan dan menganggap jika itu adalah pertengkaran sepasang kekasih? Mereka menjadi tak peduli dan terus melangkah ke tujuan mereka masing-masing.

Sedang Kibum, juga Donghae, “A..” kata itu tak pernah keluar dari mulut Donghae. Dia tak pernah mampu menyelesaikannya mengingat Kibum yang lagi, dengan cepat menyelanya, “Lebih baik?” sebuah kata singkat yang menyakitkan. Kibum benar-benar tak menganggap lagi Donghae. Dia pun tak peduli manakala buliran air mata mulai terjatuh di pelupuk mata Donghae.

Kemana Kibum yang Donghae kenal? Kemana Kibum yang selalu peduli padanya? Kemana? Kibum yang sangat mencintainya, pernah sangat mencintanya. Apa itu telah hilang? Hanya karena Donghae? Donghae yang tak bisa melupakan kekasih terdahulunya?

Donghae pun tersadar. Ini sepenuhnya salahnya. Dia yang membuat Kibum seperti ini. Dia yang menanamkan benci pada Kibum, bersikap egois dengan segala kerakusannya.

“Aku tidak ingin kau membahas ini!” titah Donghae, memperingati. Dia membutakan diri, menulikan kedua telinganya, dan berfokus pada Kibum yang harus dimilkinya.

Ada apa sebenarnya dengan Lee Donghae? Apa dia ternyata menyukai Kibum? Lalu, Kibum pun tertawa kecil. Dia tidak bodoh memahami semua situasinya. Namun demikian dia tak berucap lagi, membungkam dalam keterpakuan yang menatap jauh ke obsidian kecoklatan Lee Donghae.

“Hentikan. Kumohon!” Donghae mengawali. Keparauan menyelimuti nada suaranya. Bola matanya ikut berkaca, terlapisi buliran air mata lain yang menunggu untuk terjatuh.

Sekian detik mereka terus begitu, menatap, mencari celah untuk menari cahaya. dan nyatanya, itu hanya berlaku untuk Donghae. Kibum, tak ada apapun yang Donghae lihat. Semuanya tampak gelap dimana Kibum seakan menyekat pandangannya, tak lagi membiarkan Donghae untuk membaca pikirannya.

Buliran air mata semakin tak tertahan, terus mengalir, jatuh bagai sungai menapaki lekuk pipi bundar pipih Donghae. Hatinya terasa sakit, sungguh sakit. Dia tak menginginkan ini, terlalu menyakitkan dan dia, harus mengalaminya dua kali meski itu dalam keadaan yang berbeda.

Tapi, mengapa rasanya sama. Sama seperti Han meninggalkannya. Padahal, sosok ini tak benar-benar pergi, hanya menatapnya, kosong dan tak berarti.

“Kibumm..” Donghae berbisik lirih, menggapai jemarinya untuk kesekian kali. Dia berharap Kibum tak melepaskannya dan Kibum memang tidak melakukannya, belum.

Kibum belum melakukannya setelah dia, mengecup pelan punggung tangan Donghae seraya bergumam, “ku harap kau berbahagia” dan Kibum pun pergi, berlalu tanpa sempat Donghae mengejarnya.

Kembali pada kesedihan yang menenggelamkan keduanya dalam waktu cukup lama. Luka yang sama di hati mereka? Rasa rindu yang sama-sama mengisi relung hati Donghae. Jelas untuk Kibum, namun? Ini adalah sebuah rasa yang baru disadari oleh si bodoh Donghae. Mencintai Kibum?

Ya. ia mencintai Kibum! Bukan jantung Han, yang mana? Mungkin saja pemilik jantung itu? Han? Tak ingin menyiksanya terus menerus dengan rasa itu. Maka Donghae putuskan? Untuk kembali meraih cintanya, meski ia tak tahu? Masih adakah Kim Kibum? Yang berencana mati dengan menyerahkan jantung milik Han itu pada orang lain?

Di tengah ramainya kota, kini Kibum berada. Dengan debaran jantung yang kian berdenyut menyiksanya. “Ugh!” Ia menyipitkan matanya kala rasa itu kembali datang. Keringat mulai mengalir dari sela kulit wajahnya. Perlahan ia tersadar. Rasa ini, adalah rasa yang sudah lama tak ia rasa. Ia sangat tahu arti dari rasa sakit ini.

Maka, dengan tajamnya ia menyapu seluruh sudut tempat di dekatnya. Ia tahu, sangat tahu. Dan benar saja. Disana, di seberang jalan di depannya, Donghae tengah berdiri. Menatap sendu ke arahnya. Benarkah apa yang ia lihat?

Kibum melihat Donghae tak bergeming dari posisinya dan tetap melihatnya dalam pedih yang begitu kentara, terlihat dari kedua matanya. Adapun yang ia rasa?

“Kenapa kau hadir kembali?” Lirih Kibum kemudian, sambil berpaling dari Donghae dan lalu berniat tak mempedulikan Donghae sedikitpun dan terus berjalan lurus.

Tapi yang terjadi adalah? Donghae yang mengikuti langkahnya di seberang sana. terus mengikutinya meski terhalang luasnya jalanan yang tengah dilalui banyak kendaraan.

Kibum tetap enggan untuk menyerah. Ia terus berjalan lurus dan semakin mempercepat jalannya dan tak menoleh sedikitpun. Tak menoleh dan hanya berjalan sambil menundukkan kepalanya, dan hanya tersadar saat suara benturan yang keras terdengar.

Begitu ramai dan mencekam. Yang Kibum sadari adalah, siapa disana? Ada bercak darah mengalir. Donghae kah? Nyatanya ia tak ada di manapun sekarang. Tak berada dalam jarak pandangnya, membuat Kibum hawatir. Ia baru akan mencari namun, “mencariku?” sebuah suara menghentikannya. Kibum menoleh..

Nampaklah Donghae yang kini berada di dekatnya sambil tersenyum lembut. Perlahan ia mendekati Kibum. “Aku disini..” ucapnya sambil terus menghampiri Kibum dalam tangis tertahan, dan perlahan? Ia ulurkan jemarinya, ke arah Kibum, berharap Kibum akan menyambutnya.

Lalu apa yang dilakukan Kibum? Ia terdiam, hingga akhirnya bertemu pandang dengan Donghae, yang sebenarnya masih sangat dicintainya. Namun ia tak mampu berkata apapun. Hanya, kelima jemarinya yang menyambut serta menautkan itu, bersama kelima jari milik Donghae, hingga keduanya saing melempar sebuah senyuman diiringi isakan kecil.

Akankah indah, bila semua kembali terulang? Dengan cinta baru tentunya..

Donghae masih tersenyum, hingga ia bertanya? “Kupikir kau akan benar-benar memberikan jantung itu!”

Dan Kibum menjawab? “Percuma! Untuk apa jika pemiliknya lagi-lagi orang baru yang tak akan kau cintai? Sebaiknya hanya berikan cintamu padaku!”

Dan Donghae tertawa di buatnya.

26 respons untuk ‘I AM [2]

    isfa_id said:
    Februari 2, 2013 pukul 4:15 pm

    huwaaa~ ini jadi lebih bagus, yg berubah bagian bawah aja kan? coz eonni langsung ke bawah bacanya, liat yg atas kayaknya sama dengan yg ‘kemaren’.

    lagiii~ xDDD

      sugihhartika responded:
      Februari 2, 2013 pukul 11:24 pm

      Iya, gk dirubah sih, aku cuman masukkin yang dari eonn Jihannya aja, disambungin gitu eonn. x)

    Laila .r mubarok said:
    Februari 2, 2013 pukul 4:20 pm

    Kyaaaaa akhirnya mereka bersatu.. Hiks sempet mewek ni eon, minta tisu dong? Hehe hiks
    rada ekstrim dah eon pas kibum ngasih piso ke hae.. hiiii~

    Untung aku msih inget eon ma ceritanya, jdi ga perlu baca ulng chap satu haha XD

    ditunggu ff lainnya eon hehe

      sugihhartika responded:
      Februari 2, 2013 pukul 11:24 pm

      Ini masuk komentnya. Kenapa bisa masuk spam ya? *Bingung juga saya. ^_^

      Mewek? *Kasih tisu. FF lainnya? INsyaalloh ya. sesuatu~ HaHaHa

    myhae said:
    Februari 2, 2013 pukul 5:24 pm

    Ah,lamanya br ada,.jadi ga ada yg mati,hae lupakan cintanya,.dia cinta fisik bukan jantng,pdhl perasaaanya sama,lagi eon remake lagi,aq bnyk reknmen mv kren2

      sugihhartika responded:
      Februari 2, 2013 pukul 11:22 pm

      lagi? remake? Apanya yang di remake? ini? tiddaaaakkk! xD *prustasi.

      Apa lagi MV yang bagus Mea? 😀

    Eun Byeol said:
    Februari 2, 2013 pukul 10:27 pm

    Huwaaaaaaa~
    ini bagus dan begitu….
    Mengharukan….

      sugihhartika responded:
      Februari 2, 2013 pukul 11:22 pm

      Masaaa? xD

      Terima Kasih Eun Byeoll~ gkgkgk.

    Gigia said:
    Februari 3, 2013 pukul 2:50 am

    Cerita yg mengharukan dan akhir yg manis melegakan,memang kihae gak bisa dipisahkan..

    hubsche said:
    Februari 3, 2013 pukul 4:24 am

    “Tapi yang mencintaimu hatinya, bukan jantung itu,” <<< Ini 'jantung' dari FF ini.

    Jantung (Heart) itu cuma satu organ tubuh manusia kan. Tapi Hae mencintai Kibum ataupun sebaliknya dengan 'soul' bukan organ jantungnya. I got the point!! Yay! 😀

    KEREN *two thumbs up*

      sugihhartika responded:
      Februari 3, 2013 pukul 5:42 am

      AHAHAHA~ Terima kasih. 😀

    Shin Y said:
    Februari 3, 2013 pukul 12:23 pm

    udah end????

    bener2 panjang,, kkeke… kirain mereka bkalan pisah,,,hiks hiks,,, tp egaaaa,, oyeee?|><

    Raihan said:
    Februari 3, 2013 pukul 2:12 pm

    Wkwkwkwkwkwkk Kibum plin plan #plaak

    Ia, ngapain kasih jantungnya ke yg lain, mending di Kibum aja udah, toh si Ikan Asin udah mencintai si Ice Prince kan..

    Tapi ceritanya bener2 wow, kasiana amat Hangeng ku huweeeeee tpi kaga apalah demi KiHae *dijitak*

    Kerennnnnnnnnnnnnnnnn ^_<

    Eun Byeol said:
    Februari 3, 2013 pukul 5:40 pm

    Oh gitu ceritanya #angguk2
    seruuuuuuuuuu!!
    Blm end kan, eonn??

      Eun Byeol said:
      Februari 3, 2013 pukul 5:44 pm

      Aku baca 2x, eonn..
      Hhehe

    Elfisyhae said:
    Februari 4, 2013 pukul 10:23 am

    Yeeeee. . . . Ff yg pling q tnggu update jga. 4 jempol bwt eonie nya. 😀

    arumfishy said:
    Februari 4, 2013 pukul 5:00 pm

    aku kira kibum bakal beneran ngasih jantungnya…T.T

    kenapa banyak air mata yang keluar sie T_T
    bagus oen..

    hima_kawaii said:
    Februari 5, 2013 pukul 11:23 am

    eeyyy bener banget kata ibu mertua-nya hae…xDDD
    yg cinta sama hae itu hatinya bum…bukan jantungnya itu….kkkkkk~ >.<
    untung masih ingat ceritanya jadi gk perlu bc ulang chap 1 :3
    ah, thank you for the update unnie~ ^^

    ndah951231 said:
    Februari 6, 2013 pukul 9:41 am

    huweeee T-T hiks hiks
    bikin mewek nih eon kihae-nya 😥
    daebakkk >o<

    untung aja gak jadi dikasih ke org lagi jantungnya !!
    feelnya kerasa banget eon ^^~

    ainun_lara said:
    Februari 10, 2013 pukul 6:11 am

    Ishhh,kirain Donghae yg ketabrak dah tegang.. Hikseu,yg atas rada nyesek,tapi endingnya romantis,bener yg Kibum bilang,untuk apa kasih jantungnya ke orang lain nyatanya Hae gak akan cinta,jd ikanku sayang, sayangi Appaku Arraso??

    Shizuku M said:
    Maret 6, 2013 pukul 2:41 pm

    pertama pertama semua adegan mengharukab gitu eh pas ending, baru terlihat cerahnya ;D ya pokonya mah endingnya kihae hahah

    saga.virgo said:
    Maret 18, 2013 pukul 7:00 am

    Romantis ahahah chingu idenya keren keren hahhaha

    casanova indah said:
    Oktober 13, 2013 pukul 9:24 am

    huweeee,,, #nangis bombay
    cerita’a mengahru biru n berakhir membahagiakan..
    walaupun sempat tegang jg, kirain mereka ga akan bersatu..
    lucu jg bayangin hae yg ngikutin kibum, biasane kan sll Hae yg
    sll diikutin para seme mesum(?) 😀

    Sutiia Ningsih said:
    Desember 10, 2013 pukul 11:49 am

    Ih pedih banget 😥 nangis baca nya T.T

    ida elfishy said:
    Maret 22, 2014 pukul 8:08 am

    Mengharukan#nangishuhuhuhuuu
    Akhir yg indah.HIDUP KIHAE

Tinggalkan Balasan ke sugihhartika Batalkan balasan